Bagaimana hari ini manusia bisa menjadi “malaikat” dalam Perang Gaza? Aqidah yang tidak memiliki daya gerak, tidak menyentuh kehidupan dan r...
Bagaimana hari ini manusia bisa menjadi “malaikat” dalam Perang Gaza?
Aqidah yang tidak memiliki daya gerak, tidak menyentuh kehidupan dan realitas, adalah aqidah yang rusak dan menjadi candu yang meninabobokkan, meski diulang-ulang oleh para syaikh besar dan paling hafal kitab-kitab turats.Salah satu bentuk daya gerak (fa‘iliyyah) yang ingin saya hubungkan dengan aqidah hari ini muncul dari sebuah pertanyaan sederhana:
Mengapa Allah memberitahu kita tentang perbuatan sebagian malaikat, dan mewajibkan kita beriman kepada mereka?
Apakah hanya untuk wawasan, budaya dan menambah tumpukan pengetahuan? Atau sekadar untuk mengisi kekosongan mushaf dengan kisah-kisah mitos?
Maha Tinggi Allah dari semua itu, setinggi-tingginya.
Lalu, apa maksudnya?
Bukankah mungkin sebagian perbuatan malaikat itu dimaksudkan agar manusia meneladaninya, sementara penyandaran kisah itu kepada malaikat hanya sekadar “sisi narasi”? Tidakkah hal ini mungkin?
Mari kita lihat salah satunya dalam ayat Al-Qur’an surat Al-Anfal:
إذ يوحي ربّك إلى الملائكة أني معكم #فثبتوا_الذين_آمنوا ، سألقي في قلوب الذين كفروا الرعب ، فاضربوا فوق الأعناق و اضربوا منهم كل بنان
“(Ingatlah) ketika Rabbmu mewahyukan kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah orang-orang yang beriman. Aku akan lemparkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka, dan penggallah tiap-tiap ujung jari mereka.”
Di sini, tugas para malaikat bukanlah mengguncang bumi dari bawah kaki orang kafir, bukan menghujani mereka dengan batu panas, bukan pula menimpakan azab fisik secara langsung.
Melainkan tugas yang jelas: memberikan keteguhan (tatsbit) — sebab itulah unsur terpenting dalam peperangan yang berkecamuk, yang penuh dengan kengerian yang tak mampu ditanggung manusia biasa.
Meneguhkan orang beriman di medan perang adalah tugas malaikat, berdasarkan nash Al-Qur’an. Pelajarannya berlaku umum, bukan hanya khusus pada peristiwa sebab turunnya ayat.
Kalau pada masa lalu, keteguhan itu berarti tetap bertahan di medan pertempuran dengan pedang beradu pedang, tangan melawan tangan hingga debu pertempuran reda, maka…
Hari ini, pertempuran kaum mu'minin di Gaza adalah perang yang jauh lebih buas, dahsyat, mengerikan, dan menakutkan.
Medannya luas, terbuka untuk tentara, perempuan, anak-anak, dan orang tua. Tidak ada hukum di sana kecuali hukum neraka terbuka — berlipat-lipat jutaan kali lebih dahsyat dari pertempuran klasik antar prajurit dengan pedang.
Maka, memberikan keteguhan di sana adalah tugas malaikat murni, dengan pahala agung yang tak terlukiskan, dan nilainya di sisi Allah sebanding dengan derajat kemalaikatan, sesuai dengan maksud Al-Qur’an yang nyata.
Karena itu:
* Turut serta dalam aksi yang mendukung kaum mu'minin di Gaza untuk meneguhkan mereka adalah amal malaikat.
* Membela mereka dari tuduhan dan syubhat, serta mendukung mereka adalah amal malaikat.
* Menyumbang harta dengan lapang untuk menopang perlawanan dan masyarakat yang melindunginya agar tetap bertahan adalah amal malaikat.
* Menyuarakan penderitaan mereka dalam rangka memperluas dukungan dan memperkuat front juga amal malaikat — dan bisa berubah menjadi amal setan bila justru dipakai untuk menakut-nakuti, melemahkan, dan menjerumuskan masyarakat dalam keputusasaan.
* Menghormati kepahlawanan dan pengorbanan mereka, mendukung mereka secara psikologis, juga tatsbit malaikati yang agung.
Secara umum, setiap amal yang berujung pada peneguhan orang-orang beriman, maka ia sejalan dengan amal malaikat tanpa keraguan sedikit pun.
Sebab Allah tidaklah menurunkan Al-Qur’an yang “masa berlakunya” habis di perang Badar!
Sebaliknya, dengan pemahaman kebalikan (mafhum mukhalafah):
Setiap amal yang melemahkan perlawanan, memecah kekuatan, atau mendukung narasi orang kafir dari kalangan Zionis dan sekutu mereka atas darah orang-orang beriman — maka itu adalah amal setan dengan kepastian mutlak.
Dan bila kita menunaikan hal itu, Allah berjanji:
سيُلقي في قلوب الذين كفروا الرعب
“Aku akan melemparkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir.”
Rasa takut dari siapa? Dari apa?
Dari kuatnya solidaritas orang beriman, dari keteguhan mereka, dari persatuan mereka di belakang keyakinan akan hak mereka atas tanah, kehormatan, dan agama mereka.
Jangan jadikan aqidah hanya sekadar kata-kata. Jangan jadikan Al-Qur’an hanya sekadar cerita dan legenda.
Turunkan ia ke setiap konteks kehidupan hingga benar-benar terwujud firman Allah:
لتنذر من كان حيا ، و يحق القول على الكافرين
“…agar engkau memberi peringatan kepada siapa yang hidup, dan supaya pasti berlaku ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.”
Penulis:
أ. جمال طواهري
t.me/Nabdtofane/1311
COMMENTS